Kamis, 25 Juli 2013 - 0 komentar

Sebenarnya . . .

Kamu, bisa meminta waktumu sebentar? Tenang saja, tidak membutuhkan telingamu, hanya membutuhkan matamu untuk membaca. Itu pun kalau kamu bersedia. Ini tentang timelineku, tentang twitku.
Iya, aku tahu. Mungkin tidak terlalu penting. Masalahnya, sebagian besar twitku tentangmu. Iya, tentangmu. Sekarang sudah paham kenapa aku ingin kamu mengetahui ceritaku tentang timelineku, bukan? Boleh kuteruskan menulis dan kamu nanti membaca?
Kalau kamu melihat twit seperti ini dariku,
Selamat pagi, kamu.
Atau seperti ini,
Lagi-lagi kamu, sedang bersembunyi di balik setiap selamat pagiku.
Itu untukmu. Kata ‘kamu’ di setiap tulisanku, selalu tentangmu. Dan masih kulakukan sampai sekarang. Entah sampai kapan.


Dulu juga, kamu pernah bersedih bukan? Tentang lelaki yang melukaimu. Saat itu kamu bercerita tentang masa lalumu itu di salah satu blogmu. Bahwa lelaki itu, melukaimu. Lalu aku menulis twit,


Masih ingat jugakah twitku yang ini?
Kalau hatimu merasa tenang, hangat, dan nyaman, barangkali karena namamu sedang kudoakan.
Asal tahu saja, aku memang selalu mendoakanmu. Di subuhku, di Dhuhaku, di siangku, di asharku, di maghribku, di malamku, bahkan di sepertiga malamku. Pasti di waktu-waktu itu, hatimu merasa nyaman bukan? Oh, tidak. Aku tidak pernah berdoa agar kamu menjadi milikku. Tidak sekalipun terpikir berdoa itu. Doaku hanya agar kamu selalu baik-baik saja dan berbahagia, di mana pun, bersama siapa pun, sedang melakukan apa pun. Itu saja. Bahkan, doa tentangmu selalu jauh lebih dulu dari doaku sendiri.


Yang paling sering adalah aku menulis tentang rahasiaku yang mencintaimu. Seperti ini misalnya,
Kita di sini lagi, di sebuah lingkaran tanpa henti. Kamu, aku, dan rahasia di masing-masing dada.

Ada satu twitku yang pasti menjejali timeline followerku yang seingatku, itu twit paling membuatku, mmm bagaimana mengatakannya, ... Jatuh. Iya, aku jatuh. Itu adalah saat aku tahu, kamu sudah bersama lelakimu.
Lalu kamu berjalan. Aku memandangi punggungmu. Berharap tidak pernah lagi seperti itu.


Dan setelah berjalan lama, kita mulai jarang berbincang. Tidak ada catatan di blog kamu lagi. Aku tidak bisa membaca hatimu lagi. Sepertinya kamu sedang bersama lelakimu. Dan aku, aku juga 'terpaksa' bersama perempuanku. Belajar mencintai. Membangun cinta.
Kita sedang saling melupakan. Tidakkah kamu merasakan?

Ah, kalau aku menuliskannya terus, tidak akan cukup waktu seharian. Sepertinya ini sudah mencakup ceritaku tentangmu di timelineku.

Oya, terakhir. Aku dulu menulis,
Bahagia melihat tawamu.
Masih ingat itu? Itu hari bahagiamu dengan lelakimu. Ada dua hal di twitku itu, kejujuran sekaligus kebohongan. Kejujuran ketika mengatakan bahagia melihat tawamu, tapi juga bohong karena tawamu adalah bahagiamu dengan lelakimu. Kalau saja kamu tahu, menulis twit yang terakhir itu, aku sedang duduk di pojok kamar. Selama itu, aku sudah tidak tidur semalaman. Dan berlanjut sampai tiga malam. Bisa seseorang mengatakan kepadaku ada apa ini? Kenapa saat aku membutuhkan airmata, malah aku tidak bisa memunculkannya? Rasanya sangat menyesakkan tidak bisa menangis ketika kita kepayahan mencoba menangis.

Tapi baiklah. Sekarang, sudah saatnya aku pergi dan meninggalkanmu, bukan?

0 komentar:

Posting Komentar