Senin, 22 Juli 2013 - 0 komentar

Kamu Pernah Ada

Kamu pernah ada. Terutama ketika aku sedang membutuhkan teman untuk berbicara, dan kamu tiba-tiba saja di sana. Mengajakku tertawa dengan kekonyolan-kekonyolanmu sampai aku lupa bahwa sebenarnya kita tidak pernah benar-benar bersama. Aku di sini, kamu di sana.

Kamu pernah ada. Dalam doa-doaku, agar suatu hari Tuhan tidak hanya menumbuhkan perasaan menjengkelkan berupa kenyamanan yang saat ini aku rasakan. Aku meminta lebih, layaknya manusia umumnya. Aku minta diberi kesempatan agar kelak kita diberi kesempatan untuk saling jatuh cinta, lalu bahagia lebih lama dari selamanya. Terkesan seperti roman, tapi aku bilang itu harapan.


Kamu pernah ada. Dalam kata-kata yang aku rangkai dengan tersenyum-tersenyum sendiri, atau dengan merasakan sesak di dada. Tergantung apakah rangkaian kata itu sedang menggambarkan detail tentang kamu atau sedang menggambarkan harapanku yang tetap hanya selalu menjadi 'harapanku'.


Kamu, terima kasih sudah pernah ada. Terima kasih sudah memberi banyak tawa. Terima kasih sudah menaruh puluhan giga byte memori ke hard disk kepalaku. Aku tidak pernah harus berpura-pura menjadi orang lain ketika bersamamu.

Kalau ada yang bertanya apa hal terbaik yang pernah terjadi kepadaku, aku akan menjawab momen-momen percakapanku denganmu.

Dan kalau ada yang bertanya apa aku bahagia melewati semuanya? Aku akan menjawab, "Ya. Aku bahagia..."

Tapi kalau semua kata pernah di semua paragraf di atas dihapus, aku pasti lebih berbahagia.

0 komentar:

Posting Komentar